*TRUE STORY*
Kisah positif penggugah jiwa.
Inspiratorquran
-Inspirasi Menghafal Al-Qur'an-
Inspirasi 7⃣
Dulu sewaktu saya masih kecil, saya selalu menerima peringkat 1 baik di tingkat SD, SMP, SMA
Semua merasa senang, ibu dan ayah pun selalu memeluk saya dengan bangga. Memeluk dan mencium saya. Keluarga sangat senang melihat anaknya yang berilmu dan berprestasi.
Begitupun ketika saya masuk sekolah tinggi tinggi ternama, tanpa pemanis test.
Orang renta ku bangga, teman-teman ku pun merasa gembira dengan diriku.
Tatkala saya menjalani masa kuliah IPK ku selalu 4 dan saya lulus dari sekolah tinggi tinggi yang bergengsi itu dengan predikat cumlaude.
Semua bahagia, para rektor menyalami ku dan merasa gembira mempunyai mahasiswa ibarat diriku, jangan kau tanya wacana orang renta ku, tentunya mereka orang yang paling bangga, gembira melihat anaknya lulus dengan predikat cum laude. Teman-temanku seperjuangan pun gembira, semua masuk akal memancarkan kebahagiaan.
Lulus dari sekolah tinggi tinggi sekarang ku memasuki perusahan bonafit. Karirku sangat melejit tinggi.
Semua pun merasa gembira dengan diriku, semua kolega-kolega bisnisku selalu menjabat tanganku, semua hormat dan menghargai diriku, teman-teman usang pun selalu menyebut namaku sebagai salah satu orang sukses. Semua orang puji saya.
Namun ketika saya berikrar untuk berjuang bersama barisan pembela rasulullah saw, dan ku buang segala title keduniaan ku, kutinggalkan dunia ku untuk mengejar darul abadi dan ridhanya. Seketika itu pula dunia terasa berbalik. Yaa... Dunia ibarat berbalik. Ku putuskan untuk merantau dan menentukan mempelajari ilmu al-qur'an dan sunnah rasulullah saw, dan kuhafalkan Al-Qur'an 30 juz.
Semua orang mencemooh dan memaki diri saya. Tak ada lagi pujian, tak ada lagi senyum kebanggan, tak ada lagi peluk hangat. Yang ada hanyalah cacian.
Terkadang, orang memaki diriku, buat apa sekolah tinggi-tinggi jikalau masuk pesantren.
Dia itu orang bodoh! Udah punya pekerjaan enak-enak ditinggalin.
Berbagai caci dan maki tertuju untuk diriku, bahkan dari keluarga yang tak jarang menciptakan diriku sedih.
"Apa ada lulusan sekolah tinggi tinggi populer masuk pondok tahfidz? Enggak sayang apa udah dapet kerja enak-enak? Mau makan dari mana?
Kata mereka..
Ya, pertanyaan-pertanyaan itu yang terus menyerang dan menyudutkan diriku.
Hingga suatu ketika..
Ketika fajar mulai muncul.
Aku ajak ibuku pergi untuk shalat berjamaah di masjid. Dimasjid daerah biasa saya menjadi imam.
Itu yaitu shalat subuh yang akan selalu ku kenang.
Ku angkat tangan seraya mengucapkan takbir. " Allaaahuu akbaar" ku agungkan Allah dengan seagung-agungnya.
Ku baca iftitah dalam hati ku, berdesir rasanya.
Kulanjutkan membaca Al-Fatihah, ku lantunkan al-fatihah.
Bismillahirrahmaanirrahiiim, (sampai disini hati ku begetar) ku sebut namanya yang maha pengasih lagi maha penyayang terhadap hambanya.
Alhamdulillahirabbil alamiin... Ku panjatkan puji-pujian untuk rabb semesta alam..
Kulanjutkan bacaan lamat-lamat, ku hayati surah al-fatihah dengan seindah-indahnya tadabbur, tanpa terasa air mata jatuh membasahi wajahku.
Berat pengecap ku untuk melanjutkan ayat, ar-rahmaanirrahiim, ku lanjutkan ayat dengan nada yang mulai bergetar..
Malikiyaumiddin, kali ini saya sudah tak kuasa menahan tangisku.
Iyyaka na'budu wa iyyaka nastaiin, yaa Allah hanya kepadamulah kami menyembah dan hanya kepadamulah kami meminta pertolongan. Hati ku terasa tercabik-cabik seringkali diri ini menuntut kepada Allah untuk memenuhi kebutuhan ku, tapi saya lalai menjalankan kewajiban-kewajiban ku kepada Allah.
Sampailah kepada simpulan ayat dalam surah Al-Fatihah. Ku seka air mata ku, dan ku tenangkan sejenak diriku.
Selanjutnya subuh itu saya putuskan untuk membaca surah 'Abasa. Ku hanyut dalam bacaan ku, terasa syahdu, hingga terdengar isak tangis jamaah sesekali.
Bacaan terus mengalun, sehingga sampailah pada ayat 34.
Tangisku membuncah sejadi-jadinya.
Yauma yafirrul mar'u min akhii, wa ummihii wa abiih, wa shaahibatihi wa baniih, likullimriim minhum yauma idzin sya'nuy yughniih...
Tangisku pun membuncah, tak bisa ku lanjutkan ayat, tubuhku terasa lemas.
Hingga sehabis shalat subuh selesai dalam perjalanan pulang. Ibuku menanyakan kepadaku, "mengapa kau menangis dikala membaca ayat tadi, apa artinya?"
Aku hentikan langkahku dan saya jelaskan pada ibuku. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Wahai ibu..
Ayat itu menjelaskan wacana huru hara padang mahsyar dikala simpulan zaman nanti, semua akan lari meninggalkan sudaranya.
Ibunya...
Bapaknya..
Istri dan anaknya..
Semuanya sibuk pada urusan masing-masing.
Bila kita kaya orang akan memuji kita dengan sebutan orang yang berjaya.
Namun ketika simpulan zaman terjadi apalah gunanya segala puji-pujian insan itu.
Semua akan meninggalkan kita. Bahkan ibupun akan meninggalkan saya..
Ibu pun meneteskan air mata, ku seka air mata ibu.
Ku lanjutkan ceritanya, ku pun takut bu bila dimahsyar bekal yang ku bawa sedikit.
Pujian oran yang ramai selama bertahun-tahun pun sekarang tak mempunyai kegunaan lagi.
Lalu kenapa orang beramai ramai menginginkan kebanggaan dan takut menerima celaan. Merekapun tak menghiraukan kehidupan akhiratnya kelak.
Ibu kembali memeluk saya dan tersenyum. Ibu mengatakan, betapa bahagianya punya anak ibarat dirimu.
Baru kali ini saya merasa bahagia, sebab ibuku gembira terhadap diriku.
Berbagai pencapaian yang saya sanggup dulu, walaupun ibu sama memeluk ku namun gres kali ini pelukan itu sangat membekas dalam jiwaku.
Wahai insan sebetulnya apa yang kalian kejar?
Dan apa pula yang mngejar kalian?
Bukankah janjkematian semakin hari semakin mendekat?
Dunia yang menipu jangan hingga menipu dan menciptakan mu lupa pada negeri darul abadi kelak.
Wahai saudaraku, apakah kalian sadar nafas kalian hanya beberapa dikala lagi?
Sebelum lubang kubur kalian akan digali?
Apa yang saya dan kalian banggakan dihadapan Allah dan Rasul?
#InspiratorQuran
-Inspirasi Menghafal Quran-
EmoticonEmoticon