Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Sunday, February 18, 2018

√ Orang Indonesia Yang Jadi Korban Nazi

Orang Indonesia yang Kaprikornus Korban Nazi

Orang Indonesia yang mati dan selamat dari kamp konsentrasi Nazi.

 Orang Indonesia yang mati dan selamat dari kamp konsentrasi Nazi √ Orang Indonesia yang Kaprikornus Korban Nazi
 Orang Indonesia yang mati dan selamat dari kamp konsentrasi Nazi √ Orang Indonesia yang Kaprikornus Korban Nazi Para tahanan bekerja paksa di Kamp Neuengamme. (kz-gedenkstaette-neuengamme.de).
Nazi-Jerman menduduki Belanda pada 10 Mei 1940. Mahasiswa Indonesia dalam Perhimpunan Indonesia ikut melaksanakan verzet atau perlawanan. Beberapa dari mereka tertangkap bahkan mati di kamp konsentrasi Nazi, menyerupai Sidartawan dan Moen Soendaroe. Sedangkan Irawan Surjono tewas ditembak Nazi dikala berusaha melarikan diri dari razia.
Penangkapan Soendaroe berawal dari tertangkapnya Stijntje "Stennie" Gret, kekasih Djajeng Pratomo di Rotterdam. Polisi politik Nazi (Sicherheitsdienst) pun mengetahui alamat Djajeng Pratomo di Den Haag.
“Tanggal 18 Januari 1943 Sicherheitsdienst melancarkan penggerebekan. Djajeng dan teman sekamarnya, Moen Soendaroe ditahan,” tulis Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah.

Djajeng kuliah kedokteran sedangkan Soendaroe studi di Sekolah Tinggi Tekstil di Enschede semenjak tahun 1939. Dalam penggeledahan ditemukan sejumlah majalah ilegal. Bukti ini menjadi alasan besar lengan berkuasa untuk menahan kedua mahasiswa itu. Dua orang buruh Indonesia, Kajat dan Hamid, yang sedang bertamu juga ikut ditahan. Kedua buruh yang tak tahu apa-apa itu lalu dilepaskan.
Meskipun menjalani interogasi yang usang dan berat, Djajeng dan Soendaroe tak mengungkapkan apapun wacana kegiatannya dan Perhimpunan Indonesia. Mereka lalu dimasukkan ke Kamp Vught di Belanda.
Pada Maret 1943, Djajeng lewat kurir ilegal, sanggup menyampaikan informasi wacana interogasi kepada kawan-kawannya di Perhimpunan Indonesia. Kegiatan Perhimpunan Indonesia di Rotterdam dan Den Haag ditangguhkan. Para pemimpinnya bersembunyi. Djajeng berhasil menenangkan mereka dengan menyatakan bahwa orang Jerman tak tahu apapun wacana aktivitas Perhimpunan Indonesia.

Djajeng dan adiknya, Gondo Pratomo yang mencar ilmu di Sekolah Tinggi Dagang, lalu dikirim ke Kamp Dachau; Stennie ke Kamp Ravenbruck, dan Soendaroe ke Kamp Neuengamme.
“Djajeng Pratomo berhasil bertahan hidup di Dachau dan bebas dari sana, sedang Moen Soendaroe meninggal di Neuengamme,” tulis Poeze.
Kamp Neuengamme merupakan pecahan dari jaringan kamp konsentrasi Nazi, yang terdiri dari kamp utama dan lebih dari 85 subkamp. Didirikan pada 1938 di erat Desa Neuengamme, Bergedorf, Hamburg, Kamp Neuengamme menjadi kamp konsentrasi terbesar di Jerman Barat Laut. Lebih dari 100.000 tahanan di kamp utama Neuengamme dan subkamp, 24 subkamp di antaranya untuk tahanan perempuan. Korban tewas yang terverifikasi ialah 42.900: 14.000 di kamp utama Neuengamme, 12.800 di subkamp, dan 16.100 alasannya ialah pemboman selama minggu-minggu terakhir Perang Dunia II.
Data kematian Soendaru tercatat di kz-gedenkstaette-neuengamme.de. Disebutkan nomor tahanannya 59167, lahir di Surabaya pada 17 Maret 1919, dan meninggal di kamp utama Neuengamme pada 22 Januari 1945.

Di Dachau, Djajeng melihat tumpukan mayit setiap hari. Dia bekerja paksa di pabrik pesawat terbang Messerschmitt. Setiap hari beliau juga menyaksikan orang digantung. Jika ada peluang, beliau mencoba menyelamatkan tawanan.
Di Kamp Ravenbruck, Stennie berusaha menyelamatkan tahanan wanita dengan mencat hitam rambut mereka biar tampak muda. Sebab tahanan jompo akan dibinasakan.
Djajeng, Gondo, dan Stennie sanggup bertahan dari penderitaan di kamp konsentrasi hingga dibebaskan Sekutu. Djajeng dan Stennie gres bertemu kembali pada September 1945. Mereka menikah pada Februari 1946. Stennie meninggal pada 2010 sedangkan Djajeng meninggal di usia 104 tahun pada 2018.


Sumber http://penulissnazzily.blogspot.com

Saturday, February 17, 2018

√ Menanti Ruu Pks Disahkan

Menanti RUU PKS Disahkan

Proses panjang RUU PKS. Bermula dari keresahan pada 2001, masih bergulir hingga kini.


KASUS  Agni dan Universitas Gadjah Mada yang berakhir  √ Menanti RUU PKS Disahkan
KASUS Agni dan Universitas Gadjah Mada yang berakhir “damai” juga kasus Baiq Nuril yang berakhir pemenjaraan dengan jerat UU ITE menambah panjang formasi kasus kekerasan secual di tanah air. Mayoritas kasus itu berakhir menyedihkan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam laporannya menyebutkan, pada 2018 ada 7.238 kasus kekerasan secual terhadap perempuan. Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan yang dihimpun dari aneka macam layanan aduan, menununjukkan jumlah kekerasan secual pada 2017 mencapai 384.446 laporan. Aduan dari para korban yang pribadi masuk ke Komnas Perempuan mencapai 1.301 laporan. Angka-angka tersebut gres meliputi kekerasan secual yang dilaporkan. Padahal, keberanian korban untuk melaporkan kasus yang mereka alami masih rendah.
Minimnya keberanian korban melaporkan kasus yang mereka alami disebabkan terutama oleh masih kuatnya cara pandang bahwa perkosaan merupakan serangan terhadap budbahasa (asusila). Akibatnya, masyarakat malah mewaspadai dan menyalahkan korban. Pertanyaan-pertanyaan seputar pakaian korban, lokasi, dan waktu insiden seringkali malah menyudutkan korban alih-alih mengadvokasi. Padahal, kekerasan secual, mertabat, dan harga diri seseorang bukan semata urusan sopan santun.

Banyaknya kasus kekerasan secual ini menciptakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan s3kual (RUU PKS) penting untuk segera disahkan. “Hukum Indonesia hanya mengakomodasi kasus perkosaan dengan bukti kekerasan fisik pada badan perempuan,” kata Masruchah, komisioner Komnas Perempuan, pada Historia.
RUU Penghapusan Kekerasan s3kual dibentuk degan perspektif keadilan untuk korban dan akan mengatur 15 jenis tindak pidana kekerasan secual. Antara lain, kontrol, intimidasi, eksploitasi, penyiksaan secual, dan pemaksaan aborsi. RUU juga menjabarkan mengenai hak korban atas perlindungan, penanganan, dan pemulihan.
Ide ihwal pentingnya payung aturan PKS bermula dari tingginya angka kekerasan secual sepanjang 2001-2011. Sepanjang dekade tersebut, 25 persen kasus kekersan terhadap wanita yakni kekerasan secual. Setiap hari setidaknya 35 wanita jadi korban kekerasan secual. Artinya, setiap jam ada wanita yang menjadi korban kekerasan secual hingga Komnas Perempuan menyebut Indonesia darurat kekerasan secual.
“Itu gres yang lapor. Banyak yang tidak lapor lantaran intimidasi oleh pelaku dan masyarakat,” kata Masruchah.

Pada 2012, Komnas Perempuan meneliti jenis-jenis kekerasan secual. Setahun sesudah itu KP mulai mengusulkan pembentukan payung aturan untuk menangani kasus kekerasan secual. Tiga tahun menunggu, Komnas Perempuan mendorong dewan perwakilan rakyat untuk memasukkan RUU PKS dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas). 
Proses pembahasan prolegnas dimulai pada awal 2015. Perwakilan dari Komnas Perempuan lalu menyerahkan naskah akademis untuk pertimbangan rapat Badan Legislasi Nasional pada pertengahan 2016. Setahun kemudian, Presiden Joko Widodo mengeluarkan perintah koordinasi aneka macam kementerian terkait RUU PKS.
“DPR sendiri menunjuk Komisi VIII sebagai panitia kerja (panja) gres pada awal 2018. Dan sejauh ini panja gres hingga Rapat Dengar Pendapat Umum, semacam konsultasi dengan para pakar, termasuk ormas-ormas besar di Indonesia,” kata Masruchah.

RUU PKS sanggup menambal produk aturan yang sudah ada, ibarat kitab undang-undang hukum pidana yang hanya meliputi perkosaan dan pencabulan. Ada juga UU No. 7 th. 1984 ihwal pembatalan diskriminasi terhadap perempuan.
UU ini dikeluarkan sebagai tindak lanjut penandatanganan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention On The Elimination of All Forms Discrimination Against Women, CEDAW) pada 1981. Penandatanganan CEDAW bermula dari perjuangan feminis negara dunia pertama yang berhasil memasukkan dekade wanita (1975-1985) dalam agenda PBB. Menyusul lalu Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination of All Forms Discrimination Against Women, CEDAW) keluar pada 1979.
Deklarasi ini dibahas dalam Konferensi Dekade Perempuan PBB di Kopenhagen pada 29 Juli 1980. Indonesia setuju untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha internasional menghapus diskriminasi terhadap wanita dari bermacam-macam spektrum, salah satunya kekerasan secual.

Meski demikian, lantaran belum ada payung aturan yang spesifik mengatur ihwal kekerasan secual, wanita belum kunjung lepas dari jerat sial yang sulit diurai. Kasus Agni dan Baiq Nuril belum memberi hasil yang memihak korban.  Sementara, payung aturan yang dinanti masih alot dibahas. “Pembahasan akan dimulai lagi sesudah pileg. Ditargetkan disahkan pada Agustus 2019,” kata Masruchah.


Sumber http://penulissnazzily.blogspot.com

√ Orang Indonesia Di Kamp Konsentrasi Pertama Nazi

Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Pertama Nazi

Dia mati di kamp konsentrasi Nazi yang paling ditakuti.

22 March 2019

 Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Pertama Nazi √ Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Pertama Nazi
 Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Pertama Nazi √ Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Pertama Nazi Heinrich Himmler, kepala SS, menginspeksi Kamp Konsentrasi Dachau pada 8 Mei 1936. (Friedrich Franz Bauer/Bundesarchiv).
Pada 22 Maret 1933 Kamp Konsentrasi Dachau dibuka. Inilah kamp konsentrasi pertama yang dibangun Nazi-Jerman. Kamp ini juga beroperasi terlama hingga 29 April 1945. Jumlah tahanan diperkirakan mencapai 188.000 orang. Korban meninggal yang tercatat sebanyak 32.000, namun ribuan lainnya tak tercatat. Sekitar 10.000 dari 30.000 tahanan dalam keadaan sakit pada dikala pembebasan. Salah satu korban meninggal berasal dari Indonesia: R.M. Sidartawan.
Sidartawan, mahasiswa aturan di Universitas Leiden semenjak 1929. Dia menjabat sekretaris Perhimpunan Indonesia, organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda. Dia juga menjadi anggota Bond van Sociaal-Democratische Studieclubs (Perserikatan Klub-klub Studi Sosial Demokrat).
Menurut sejarawan Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah, banyak orang Indonesia terutama di Leiden menjadi anggota perserikatan itu. Perserikatan itu akrab sekali hubungannya dengan SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij atau Partai Buruh Sosial-Demokrat), tapi tidak ada kekerabatan organisatoris.
“Bahkan Sidartawan pernah menjadi redaktur majalah perserikatan klub studi itu sekitar tahun 1935,” tulis Poeze.

Ketika Nazi-Jerman menduduki Belanda pada 10 Mei 1940, Sidartawan dan anggota Perhimpunan Indonesia ikut melaksanakan verzet atau perlawanan. Mereka pun menjadi sasaran Nazi-Jerman.
Pada pagi 25 Juni 1941, polisi politik Nazi-Jerman, Sicherhetisdienst, menggeledah tempat-tempat tinggal mahasiswa Indonesia di Leiden. Mereka mencari empat pemimpin Perhimpunan Indonesia. Dua di antaranya tertangkap, yaitu Sidartawan dan Parlindoengan Loebis, sedangkan Setiadjit dan Ilderem sanggup meloloskan diri.
Sidartawan dan Loebis dimasukan ke kamp konsentrasi secara berpindah-pindah. Loebis dimasukkan ke empat kamp konsentrasi: Schoorl dan Amersfoort di Belanda, kemudian Buchenwald dan Sachenhausen di Jerman.

“Di kamp Buchenwald saya boleh dikatakan beruntung juga. Pekerjaanku tidak terlalu berat. Selama kira-kira enam ahad saya menjadi Stubendienst, kemudian selama kurang lebih dua bulan menjadi komando Schreiber (juru tulis komando),” kata Loebis dalam otobiografinya, Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Nazi.
Loebis selamat dan kembali ke Indonesia. Dia meninggal dunia pada 1994. Sedangkan Sidartawan menjadi anggota Perhimpunan Indonesia pertama korban Nazi-Jerman.
Loebis mendapatkan kabar dari seorang Belanda yang gres dibebaskan dari kamp bahwa Sidartawan akan dipindahkan lagi ke kamp Dachau untuk Erholung yang artinya beristirahat biar kekuatannya pulih kembali.

“Akan tetapi Kamp Dachau sudah tersohor sebagai Vernichtungslager, artinya kamp di mana para tawanan dibunuh bila ia kelihatan sudah tidak ada tenaga lagi untuk bekerja,” kata Loebis.
Nama Dachau kemudian populer dan ditakuti sehingga muncul pameo di Jerman bila seseorang ditangkap dan dijebloskan ke dalam kamp konsentrasi orang selalu menyampaikan “dia di-Dachau-kan.”
“Sampai simpulan perang,” kata Loebis, “aku sama sekali tidak mengetahui di mana dan kapan Sidartawan meninggal dunia. Tidak ada seorang pun yang menerima kabar.”

Dalam inmemoriam yang terbit di majalah Indonesia, 21 Juli 1945, disebutkan Sidartawan berturut-turut menempati kamp konsentrasi di Scheveningen, Schoorl, Amersfoort, Hamburg, Neuengamme, dan Dachau.
Inmemoriam itu menulis “para penyintas dari kamp konsentrasi yang mengerikan kini mengalir ke negara masing-masing itu, membawa sukacita bagi keluarga mereka. Tetapi berapa banyak keluarga yang terbenam dalam sedih yang dalam, alasannya ialah salah satu dari anggota keluarganya telah mengalah pada kehidupan yang sulit di kamp-kamp itu. Sidartawan termasuk yang tidak akan kembali. Sidartawan ialah salah satu orang Indonesia yang menjadi korban lembaga-lembaga Nazi yang jelek itu.”
Sidartawan meninggal dunia jawaban sakit dan siksaan di Kamp Konsentrasi Dachau pada November 1942.


Sumber http://penulissnazzily.blogspot.com

Friday, February 16, 2018

√ Masuknya Islam Ke Selandia Baru

Masuknya Islam ke Selandia Baru

Orang-orang muslim awal yang tiba ke Selandia Baru. Salah satunya dari Jawa.

16 March 2019

orang muslim awal yang tiba ke Selandia Baru √ Masuknya Islam ke Selandia Baru
orang muslim awal yang tiba ke Selandia Baru √ Masuknya Islam ke Selandia Baru Komunitas muslim di Selandia Baru. (Youtube Hudhud Now).
Aksi t3r0risme terjadi di Selandia Baru pada Jumat, 15 Maret 2019. Pelaku utamanya, Brenton Tarrant, laki-laki kulit putih berusia 28 tahun kelahiran Australia, menembaki kaum muslim di dua masjid di Christchurch. 50 orang meninggal, satu di antaranya warga negara Indonesia.
Aksi biadab itu menjadi insiden kelam bagi warga muslim di Selandia Baru yang telah berusia lebih dari seabad.
Muslim pertama yang masuk ke Selandia Baru berasal dari Cina. Mereka tiba untuk bekerja di pertambangan emas. Mereka disebut dalam sensus tahun 1874.
Sensus itu, menurut Erich Kolig dalam New Zealand's Muslims and Multiculturalism, mendaftar 17 “Mohamatans” atau “Mahometans", semuanya laki-laki, di antaranya 15 orang Cina yang bekerja di tambang emas Otago di Dunstan bersahabat Dunedin.

Kegiatan beragama mereka tidak dicatat atau dikomentari. Sehingga tidak diketahui apakah mereka taat beribadah, dengan cara apa mereka menyembah, atau bagaimana mereka mengekspresikan kesalehan mereka atau sebaliknya. Tidak diketahui apakah mereka kesannya memutuskan untuk tinggal secara permanen atau kembali ke Cina. Juga tidak diketahui apakah mereka, atau beberapa dari mereka, membangun keluarga di Selandia Baru dan meneruskan keyakinannya kepada anak-anaknya.
“Yang terakhir sepertinya agak mustahil alasannya ialah tidak ada gosip muslim di antara komunitas Cina-Selandia Baru ketika ini. Masa kehadiran muslim Cina pun berlalu tanpa meninggalkan jejak,” tulis Erich.
Sementara itu, Panji Masyarakat, No. 598 Tahun XXX, 1-10 Januari 1989, melaporkan di antara Cina muslim ada yang menjadi kaya dan kembali ke Cina, dan ada yang pindah ke negara lain. Banyak pula yang meninggal tanpa keturunan. Sehingga orang-orang Cina muslim itu menghilang dari Selandia Baru dan tidak ada bekasnya lagi.
Pada permulaan kurun ke-20, lanjut Panji Masyarakat, seorang pangeran dari Ethiopia berjulukan Amir Ali dengan keluarganya pindah ke Selandia Baru. “Karena mereka satu-satunya keluarga Islam dan tidak ada pembinaan, maka keturunannya menjadi Kristen walaupun tetap menggunakan nama semacam nama Islam.”
Menariknya, muslim pertama yang dimakamkan di Selandia Baru berasal dari Jawa.
“Catatan (sensus) itu juga menyebutkan muslim pertama yang dimakamkan di Selandia Baru seorang pelaut Jawa berjulukan Mohamed Dan, yang meninggal di Dunedin pada 1888,” tulis Erich. Informasi ini bersumber dari Muslims in New Zealand (2005), buklet ulang tahun ke-25 Federation of Islamic Associations of New Zealand.
Dengan demikian, berdasarkan Erich, kemungkinan ada beberapa pelaut muslim dari Asia Tenggara atau Asia Selatan yang memutuskan tinggal di Selandia Baru secara permanen atau sementara.
Erich menyebut imigran muslim pertama yang riwayatnya diketahui dengan baik ialah Ismael Ahmed Bhikoo dari Gujarat, India, yang tiba di Selandia Baru pada 1909. Awalnya ia menuju Fiji, tetapi memutuskan tinggal di Selandia Baru. Dia membangun toko di Auckland dan kemudian membawa putra-putranya –menurut sumber lain, saudara-saudaranya– dari India untuk membantu usahanya.
Setahun sesudah Bhikoo, Essop Moosa juga dari India tiba dan tinggal di Auckland. Tak usang sesudah itu, Muhammad Suleiman Kara menentukan Christchurch sebagai tempat tinggal barunya.

Bhikoo dan Moosa mempertahankan hubungan dengan keluarganya di India selama bertahun-tahun. Menantu Moosa dan Bhikoo masing-masing tiba pada 1936 dan 1940. Pada 1981, setidaknya ada 44 keturunan Bhikoo dan Moosa di Selandia Baru.
“Bhikoo dan Moosa diakui sebagai bapak pendiri komunitas muslim di Selandia Baru. Mereka kesannya membawa istri dan kerabat dari India dan, dan keturunan mereka masih menjadi inti dari komunitas muslim ketika ini,” tulis Erich.
Bukan Bhikoo, Canterbury Muslim Association dalam Muslims in New Zealand (2005) menyebut muslim pertama yang tiba di Canterbury ialah Sheikh Mohamed Din dari Punjab, India. Dia diyakini tiba pada 1890 bersama gelombang imigran muslim Punjabi lainnya. Pada 1905, orang Turkmenistan, Saleh Mohamed, dan ayahnya, Sultan, menetap di Christchurch. Kemudian Ismail Kara tiba pada 1907.
Pada 1920, pemerintah menerapkan kebijakan imigrasi "White New Zealand" yang menghalangi secara signifikan imigrasi dari Asia selama bertahun-tahun. Sampai usai Perang Dunia II, populasi muslim di Selandia Baru masih kurang dari seratus.
Pada 1951, sekitar 50 orang muslim dari Balkan (Albania dan Bosnia), Turki, dan negara-negara tetangganya, tiba di Selandia Baru. Jumlah muslim pun meningkat dari 67 pada 1945 menjadi 205 orang. Sepuluh tahun kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 260 orang. Mayoritas laki-laki sehingga secara sedikit demi sedikit muslim wanita mulai berdatangan.
Jumlah muslim yang dilaporkan dalam sensus antara tahun 1961 dan 1971 berlipat tiga, dari 260 menjadi 779. Pertumbuhan yang relatif cepat berlanjut pada 1970-an dan 1980-an dengan jumlah muslim, sebagaimana dicatat dalam sensus, mencapai 2.500 pada 1986. Meskipun jumlahnya masih kecil, peningkatannya hampir sepuluh kali lipat dalam dua puluh tahun terakhir, dan lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Peningkatan yang cepat tercermin dalam sensus tahun 2001, jumlahnya mencapai 23.500 orang.
Menurut sensus terakhir tahun 2006, umat Islam mencapai 36.000 orang atau hampir satu persen dari populasi. Bahkan, para tokoh muslim memperkirakan jumlahnya di atas jumlah sensus, yaitu 40.000 sampai 45.000. Mayoritas muslim, antara 25.000 sampai 30.000, tinggal di kawasan Auckland, sebagian besar sisanya tinggal di Wellington. Komunitas muslim yang lebih kecil berada di kota Hamilton, Christchurch, dan Dunedin.
Komunitas muslim sebagian besar berasal dari Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh, dan Fiji), dengan orang-orang Fiji yang paling menonjol. Namun sekarang meliputi setidaknya 35 bahkan mungkin 40 bangsa.
Gelombang imigrasi yang lebih gres termasuk orang-orang Arab dari Timur Tengah dan Maghreb (Afrika Utara), Malaysia, Indonesia, Iran, Afghanistan, Somalia dan Afrika sub-Sahara, serta orang-orang dari Balkan yang melarikan diri dari kekacauan politik baru-baru ini. Ada juga beberapa mualaf yang jumlah pastinya masih spekulasi.


Sumber http://penulissnazzily.blogspot.com

√ Teror Di Masjid Al-Noor

Teror di Masjid Al-Noor

Aksi t3r0risme terjadi di masjid tertua kedua di Selandia Baru dan salah satu masjid terjauh dari Kabah di Makkah.

15 March 2019

 Aksi t3r0risme terjadi di masjid tertua kedua di Selandia Baru dan salah satu masjid terj √ Teror di Masjid Al-Noor
 Aksi t3r0risme terjadi di masjid tertua kedua di Selandia Baru dan salah satu masjid terj √ Teror di Masjid Al-Noor Masjid Al-Noor di Christchurch, Selandia Baru yang jadi sasaran t3r0risme hingga menewaskan puluhan jamaah Salat Jumat (Foto: Wikipedia)
NEGERI Kiwi yang lazimnya hening mendadak jadi sorotan dunia. Total 49 jemaah Salat Jumat di dua masjid di Kota Christchurch, Canterbury, Selandia Baru, meninggal dunia, Jumat siang, 15 Maret 2019 sekira pukul 13.40 waktu setempat. Perdana Menteri (PM) Selandia Baru, Jacinda Ardern, terpukul dan mengecam agresi t3r0risme itu.
“Hari ini yaitu salah satu hari paling kelam di Selandia Baru. Kita telah melihat insiden yang belum pernah kita alami sebelumnya. Aksi ini hanya dapat dijelaskan sebagai serangan t3r0ris,” kata Jacinda Ardern dalam konferensi pers dengan suasana haru, dikutip RTE, Jumat (15/3/2019).
Selain 49 orang meninggal, sekira 20 lainnya terluka dan dua di antaranya Warga Negara Indonesia (WNI). “Kami berduka untuk para keluarga dan kerabat korban, termasuk dua WNI yang terluka dalam insiden itu,” cuit Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, di akunnya, @Menlu_RI.
Secara biadab pelaku t3r0ris di Masjid Al-Noor menyiarkannya secara pribadi di Live Facebook
Jemaah Salat Jumat itu jadi korban penembakan keji empat pelaku yang diduga simpatisan kelompok rasisme sayap kanan. Masing-masing menyerang dua lokasi erat sentra Kota Christchurch: Islamic Centre di wilayah Linwood dan Masjid Al-Noor di Riccarton.

Mula Masjid Al-Noor

Masjid Al-Noor atau Masjid Cahaya dibangun pada 1982 dan diresmikan pada 1985 oleh MAC (Asosiasi Muslim Canterbury). Masjid ini tertua kedua di Selandia Baru, sesudah masjid di Ponsonby yang dibangun tahun 1979.
Desainnya dirancang seorang mualaf asal Australia, Martin “Rasjid” Wallen. Bangunan megah itu juga diakui sebagai salah satu masjid terjauh dari kiblat di Kabah, Makkah, Arab Saudi, sesudah Masjid Dunedine di Kota Auckland.

Menurut Abdullah Martin Drury, MAC mulai mengajukan usulan pembangunan masjid pertama kali pada 1979, mengingat mulai bertambahnya jumlah komunitas muslim di Canterbury, khususnya Riccarton yang sebelum 1989 masih jadi kota kecil yang berdikari dan terpisah dari Kota Christchurch.
Proyek pembangunan Masjid Al-Noor pada Desember 1984 (Foto: Christchurch Star)
“Di awal 1982, MAC membeli sebuah properti di Deans Avenue, Kota Riccarton seharga 80 ribu dolar Selandia Baru (NZD). Mulanya properti itu hanya sekadar istal kuda. Pada 10 Mei 1982, Dewan Kota Riccarton gres menyetujui anjuran MAC untuk perizinan pembangunan,” tulis Drury dalam “Once Were Mahometans: Muslims in the South Island of New Zealand, Mid-19th to Late 20th Century, with Special Reference to Canterbury,” tesis di University of Waikato.
MAC pula yang menentukan Martin Wallen yang bermukim di Christchurch semenjak 1965 sebagai arsiteknya, dibantu seorang mualaf lainnya, Abdul Hadi Bollard. Tidak lupa, desain interiornya dibantu Osman Mahgoub Gaafar, arsitek ekspatriat Sudan, khusus untuk mendekorasi hiasan-hiasan kaligrafinya berupa dua kalimat Syahadat dan kepingan Surah al-Jinn ayat 18.
 
 “Peletakan watu pertama pembangunannya dilakukan 12 Juni (1982) kala bulan suci Ramadan. Salah satu donatur terbesarnya yaitu Dr. Salih al-Samahy yang punya koneksi erat dengan anggota-anggota Kerajaan Arab Saudi dengan dukungan NZD300 ribu,” tulis Drury yang juga penulis buku Islam in New Zealand: The First Mosque.
Ditambah dukungan NZD460 ribu dalam bentuk cek dari sejumlah donatur asal Saudi, Kuwait, dan Bahrain yang disampaikan melalui Duta Besar Saudi untuk Australia, Dr. Alohaly, sesudah mengunjungi situs pembangunan masjid itu pada Juli 1984.
Pembangunan masjid selesai pada 1985 dan dinamai Al-Noor oleh MAC. “Masjid Al-Noor berarti Masjid Cahaya. Ungkapan dari simbol kesucian yang dibutuhkan menjadi sumber cahaya. Makna yang merupakan kombinasi dari cat putih dengan beberapa motif hijau, serta kubah yang juga hijau sebagai warna favorit Rasulullah Muhammad SAW,” lanjut Drury.

Kubahnya kemudian tak lagi berwarna hijau, melainkan berwarna emas. Ternyata, perubahan warna itu terjadi pada 2003, seiring terjadi kisruh pemegang kepengurusan masjid.
Masjid Al-Noor dalam fase pembangunan tahap final pada Januari 1985 (Foto: Christchurch Star)
Menurut Nahid al-Kabir dalam “Muslim Minorities in Australia, New Zealand and the Neighbouring Islands” yang termuat di The Different Aspects of Islamic Culture: Volume Six,
komunitas muslim di internal MAC dari Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh) dengan muslim Arab serta Afrika, memperebutkan kepengurusan masjid untuk mendapat posisi yang dihormati secara politik dan sosial-ekonomi dalam masyarakat muslim di Selandia Baru.
“Pada 2003 terjadi konflik kepengurusan masjid yang semenjak usang dipegang kelompok muslim asal Asia Selatan di MAC. Kisruh berawal dari komunitas muslim asal Jazirah Arab dan Somalia yang ingin memegang kepengurusannya,” tulis Nahid.


Sumber http://penulissnazzily.blogspot.com

Thursday, February 15, 2018

√ Masjid Sukarno Di Rusia

Masjid Sukarno di Rusia

Kunjungan Sukarno ke Leningrad pada 1956 membawa berkah bagi muslim di kota itu.

11 March 2016

                                               √ Masjid Sukarno di Rusia
                                               √ Masjid Sukarno di Rusia Masjid Agung St. Petersburg.
MATA Presiden Megawati Sukarnoputri berkaca-kaca. Kisah wacana jasa mendiang Presiden Sukarno yang dibacakan Imam Besar Masjid Agung St. Petersburg, Zhapar N. Panchaev, membuatnya terharu, sewaktu berkunjung pada April 2003. Hampir 50 tahun lalu, Megawati –kala itu belum berusia sepuluh tahun– ikut rombongan ayahnya melaksanakan kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet, Agustus-September 1956.
Usai mengunjungi beberapa pabrik di Leningrad, rombongan Sukarno melanjutkan tur kotanya. Sewaktu melintasi Trinity Bridge, mata Sukarno terpaku pada bangunan biru berkubah di kejauhan. “Dalam taksiran Soekarno, bangunan itu jikalau sebuah masjid, bisa menampung lebih dari 3000 muslim bersembahyang berjamaah,” tulis Tomi Lebang dalam Sahabat Lama, Era Baru: 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia.
Sukarno membatalkan beberapa program yang sudah dijadwalkan demi mengunjungi bangunan indah itu. “Pada hari itu pula para tamu dari Indonesia mengunjungi masjid lokal,” tulis buku Perjalanan Bung Karno!
Sukarno mendapati kondisi bangunan yang dulunya masjid itu kumuh dan tak terawat. Pemerintah Uni Soviet menjadikannya gudang peralatan medis semenjak Perang Dunia II pecah; sumber lain menyebut alih fungsi terjadi tak usang sehabis Revolusi Oktober 1917.
Masjid Agung Leningrad (kini Masjid Agung St. Petersburg) yang jadi gudang itu didirikan komunitas muslim St. Petersburg sehabis menerima izin dari Tsar Nicholas II pada 1910 dan diresmikan tiga tahun kemudian. “Arsiteknya, Nikolai Vasilyevich, memadukan dengan cermat ornamen ketimuran dan mosaik biru turquoise pada kubah, gerbang masjid, menara serta mihrab imamnya. Tidak heran jikalau masjid ini lebih populer dengan nama Masjid Biru,” tulis Tomi Lebang.
Sebelumnya, muslim di St. Petersburg belum mempunyai masjid. “Mereka pun menyewa apartemen untuk dipakai beribadah sampai pembangunan Masjid Agung St. Petersburg pada 1913,” tulis Michael Khodarkovsky dalam Bitter Choices: Loyalty and Betrayal in the Russian Conquest of the North Caucasus.
Sukarno sedih melihat masjid termegah Eropa di luar Turki itu dijadikan gudang. Dia mengutarakan kesedihannya kepada Khruschev ketika keduanya kembali bertemu di Moscow beberapa hari kemudian. “Soekarno meminta masjid ini dikembalikan sesuai fungsinya,” ujar Panchaev, sebagaimana dikutip Lebang.
Sekira sepuluh hari usai kunjungannya, utusan Kremlin tiba ke masjid itu dan menyampaikan bahwa Masjid Agung St. Petersburg boleh difungsikan kembali sebagaimana mestinya. Meski Sukarno tak pernah membicarakan masjid itu kembali sehabis pertemuannya dengan Khruschev, muslim St. Petersburg tak pernah melupakan jasanya dalam memfungsikan kembali masjid agung itu. Menurut diplomat di KBRI Moscow, M. Aji Surya dalam “Ngabuburit ke Masjid Soekarno di Rusia,” dimuat di travel.kompas.com, muslim St. Petersburg sampai sekarang tak pernah melupakan jasa Sukarno. Banyak Muslim setempat menyebut Masjid Agung St. Petersburg dengan Masjid Sukarno.
“Tanpa Sukarno mungkin masjid indah yang didirikan tahun 1910 ini sudah hancur sebagaimana masjid dan gereja lainnya,” ujar imam masjid, Mufti Ja’far Nasibullah, sebagaimana dikutip Surya


Sumber http://penulissnazzily.blogspot.com

Wednesday, February 14, 2018

√ Antara Wanita Dan Politik

Antara Perempuan dan Politik

Supeni menolak pemisahan wanita dari partai politik. Kritiknya tak asal bunyi, ia jadi tokoh penting dalam PNI.

18 March 2019
 Supeni menolak pemisahan wanita dari partai politik √ Antara Perempuan dan Politik
 Supeni menolak pemisahan wanita dari partai politik √ Antara Perempuan dan Politik Supeni kala menemani Sukarno menyambut Putri Michiko dari Jepang. Sumber: Supeni Wanita Utusan Negara.
PROKLAMASI mengubah konfigurasi politik. Ketiadaan musuh bersama menciptakan lelaki menjadi makin mayoritas dalam bidang politik sementara wanita disingkirkan dan dianggap lebih layak bergerak di bidang sosial. Organisasi wanita yang bercorak keagamaan, misalnya, kebanyakan berjalan dengan pembagian kerja model ini.
Kecenderungan menyerupai itu dikritik para pencetus perempuan, salah satunya Supeni. Cora Vreede-de Stuers dalam Sejarah Perempuan Indonesia menyebut Supeni menolak keras pemisahan wanita dan partai politik. Menurutnya, wanita harusnya dianggap setara dan disamakan statusnya dengan lelaki untuk ikut andil dalam urusan-urusan politik.
Pendapat Supeni tak asal bunyi. Di tengah kecamuk Perang Kemerdekaan dan kesibukan mengatur organisasi perempuan, pada 1946 Supeni mendaftarkan diri ke PNI. Posisinya di PNI dan gerakan wanita pun tak sepele. Supeni menjabat ketua Kowani pada 1948 di mana Maria Ullfah duduk sebagai wakilnya. Pada 1949, Supeni diangkat menjadi anggota dewan partai PNI.
“Partailah yang sanggup mendidik dan memimpin rakyat menuju transformasi masyarakat dari dijajah menjadi merdeka,” kata Supeni dalam memoarnya Supeni Wanita Utusan Negara.
Sejak remaja, Supeni sudah aktif dalam gerakan. Di usia 14 tahun, Supeni sudah melahap bermacam bacaan politik dan ikut mendengarkan ceramah politik. Ia kemudian menjabat sebagai wakil ketua Indonesia Muda merangkap Keputrian Indonesia Muda cabang Blitar. Posisi itu mengharuskan Supeni menjadi pembicara di forum-forum cowok nasionalis.
Keaktifan Supeni dalam gerakan cowok nasionalis ini mengakibatkannya dinas intelijen politik kolonial, PID, dan menjadi sorotan guru-gurunya di Holandsche Indische Kweekschool Blitar. Supeni ingat perkataan gurunya bahwa ia tak pantas menjadi guru sebab membahayakan pendidikan.
“Di kota Blitar saya berkenalan dengan Supeni. Seorang gadis lincah pencetus Indonesia Muda. Nantinya ia menjadi pencetus PNI yang andal,” kata Lasmidjah Hardi, rekan seperjuangan Supeni, dalam Perjalanan Tiga Zaman.
Supeni juga aktif dalam gerakan wanita dengan ikut mendirikan Persatuan Wanita Madiun usai Jepang kalah perang. Namun, organisasi ini tak bertahan usang dan dilebur menjadi Perwari lewat putusan Kongres Perempuan Indonesia 1945 di Klaten.

Berbekal mengikuti organisasi semenjak dewasa itulah Supeni sanggup menjadi salah satu elite PNI. Ia terpilih menjadi ketua Departemen Pendidikan dan Sosial PNI di samping terpilih menjadi anggota Dewan Pimpinan partai pada 1959.
Ketika terjadi perpecahan di badan PNI pada ahad pertama Agustus 1965, Supeni sedang dinas ke luar negeri. Sekembalinya ke Jakarta, ia menemukan kondisi partai yang penuh konflik akhir kebijakan DPP PNI menskorsing beberapa anggota yang dianggap tidak loyal.
Orang-orang yang dianggap PNI gadungan berencana mendirikan PNI tandingan. Supeni, yang khawatir akan kondisi perpolitikan makin memanas, pun menemui Presiden Sukarno untuk meminta bantuan.
“Saya minta kepada Bung Karno untuk memerintahkan Mas Ali (Sastroamidjojo, Ketum PNI, red.) supaya segera menyelenggarakan Kongres Luar Biasa untuk menuntaskan duduk kasus penggadungan sebab jika tidak cepat-cepat, saya khawatir Hardi CS akan mengadakan PNI tandingan,” kata Supeni.
Kendati mulanya menolak sebab bukan lagi potongan dari PNI, Sukarno jadinya tak kuasa menolak ajakan Supeni. “Ya, saya akan perintahkan kepada Ali (Sastroamidjojo, red.) tapi kamu saya minta juga untuk mencegah Hardi jangan hingga menciptakan PNI tandingan,” jawab Sukarno.
Supeni pun menemui Hardi untuk memberikan pesan Sukarno. Ali yang kemudian ditemui Sukarno pun jadinya setuju untuk mengadakan kongres darurat selepas ia kembali dari perjalanan dinas ke Tiongkok.
Namun, belum lagi PNI sempat meredam potensi perpecahan di tubuhnya, G 30 S keburu terjadi. PNI tandingan yang dipimpin Osa Maliki pun muncul ke permukaan. Nasib PNI yang terpecah menjadi dua tak sanggup dibiarkan oleh Iskaq Tjokroadisuryo, salah satu pendiri PNI pada 1927. Dia mengajak Supeni untuk menciptakan Panitia Penegak PNI. Sayangnya, usaha ini gagal.


Sumber http://penulissnazzily.blogspot.com